A. Memahami Makna Menuntut Ilmu dan Keutamaannya
1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu atau belajar adalah kewajiban setiap orang Islam. Banyak sekali ayat al-Qur’ān atau hadis Rasulullah saw. yang menjelaskan tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada laki-laki maupun perempuan. Bahkan wahyu pertama yang diterima Nabi saw. adalah perintah untuk membaca atau belajar. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5)
Kewajiban menuntut ilmu bagi laki-laki dan perempuan menandakan bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan hak dan kewajiban manusia karena jenis kelaminnya. Walau memang ada beberapa kewajiban yang diperintahkan Allah Swt. dan Rasul-Nya yang membedakan lak-laki dengan perempuan. Akan tetapi, dalam menuntut ilmu semua memiliki kewajiban dan hak yang sama antara laki-laki dengan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai hamba (‘abid). Untuk menjadi khalifah yang sukses, maka sudah barang tentu membutuhkan ilmu pengetahuan yang memadai. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengelola dan merekayasa kehidupan di bumi ini tanpa bekal ilmu pengetahuan. Demikian pula sebagai hamba, untuk mencapai tingkat keyakinan (keimanan) tertinggi kepada Allah Swt. dan makhluk-makhluk-Nya yang gaib dibutuhkan ilmu pengetahuan yang luas.
Menuntut ilmu juga tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Mengenai jarak, ada ungkapan yang menyatakan bahwa tuntutlah ilmu walau hingga ke negeri Cina. Demikian pula dalam hal waktu, Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu itu dimulai sejak buaian hingga liang lahat.
2. Hukum Menuntut Ilmu
Istilah ilmu mencakup seluruh pengetahuan yang tidak diketahui manusia, baik yang bermanfaat maupun yang tidak bermanfaat. Untuk ilmu yang tidak bermanfaat, haram, dan berdosa bagi orang yang mempelajarinya, baik sukses maupun gagal. Adapun ilmu yang bermanfaat, maka wajib dituntut dan dipelajari. Hukum menuntut ilmu-ilmu wajib itu terbagi atas dua bagian, yaitu farḍu kifayah dan fardhu ‘ain.
a. Farḍu Kifayah
Hukum menuntut ilmu farḍu kifayah berlaku untuk ilmu-ilmu yang harus ada di kalangan umat Islam sebagaimana juga dimiliki dan dikuasai golongan kafir. Seperti ilmu kedokteran, perindustrian, ilmu falaq, ilmu eksakta, serta ilmu-ilmu lainnya.
b. Fardu ‘Ain
Hukum mencari ilmu menjadi far«u ‘ain jika ilmu itu tidak boleh ditinggalkan oleh setiap muslim dan muslimah dalam segala situasi dan kondisi, seperti ilmu mengenal Allah Swt. dengan segala sifat-Nya, ilmu tentang tatacara beribadah, dan sebagainya.
3. Keutamaan Orang yang Menuntut Ilmu
Orang-orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya diberikan keutamaan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. Di antara keutamaan-keutamaan orang yang menuntut ilmu dan yang mengajarkannya adalah sebagai berikut.
a. Diberikan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.
“Dan Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadillah/58:11)
b. Diberikan pahala yang besar di hari kiamat nanti
Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda, “Penuntut ilmu adalah penuntut rahmat, dan penuntut ilmu adalah pilar Islam dan akan diberikan pahalanya bersama para nabi.” (H.R. ad-Dailami)
c. Merupakan sedekah yang paling utama Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah jika seorang muslim mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.” (H.R. Ibnu Majah)
d. Lebih utama dari pada seorang ahli ibadah
Dari Ali bin Abi Talib ra. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang alim yang dapat mengambil manfaat dari ilmunya, lebih baik dari seribu orang ahli ibadah.” (H.R. ad-Dailami)
e. Lebih utama dari śalat seribu raka’at
Dari Abu Ẓarr, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Aba Dzarr, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu daripada śalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada śalat seribu rakaat.” (H.R. Ibnu Majah)
f. Diberikan pahala seperti pahala orang yang sedang berjihad di jalan Allah Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda, “Bepergian ketika pagi dan sore guna menuntut ilmu adalah lebih utama daripada berjihad fi sabilillah.” (H.R. ad-Dailami)
g. Dinaungi oleh malaikat pembawa rahmat dan dimudahkan menuju surga Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah sekumpulan orang yang berkumpul si suatu rumah dari rumah-rumah (masjid) Allah ‘Azza wa Jalla, mereka mempelajari kitab Allah dan mengkaji di antara mereka, melainkan malaikat mengelilingi dan menyelubungi mereka dengan rahmat, dan Allah menyebut mereka di antara orang-orang yang ada di sisi-Nya. Dan tidaklah seorang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu melainkan Allah memudahkan jalan baginya menuju surga.” (H.R. Muslim dan Ahmad)
B. Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Ilmu Pengetahuan
Q.S. at-Taubah/9:122
Lafal Ayat dan Artinya
Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Kandungan Ayat
Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, apabila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi tekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif serta bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan. Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang.
Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama dibandingkan dengan darah syuhada”. (H.R. Ibnu Najar)
Tugas umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda; “Dari ‘Abdullah bin Amru, sesungguhnya Nabi saw. bersabda; “Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) dariku walaupun hanya satu ayat al-Qur’an”. (H.R. Bukhari)
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan. Selain itu, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera di dunia dan di akhirat. Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan apabila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja. Apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.
C. Hadis tentang Mencari Ilmu dan Keutamaannya
1. Hadis dari Ibnu Abd. Barr.
Artinya: “Rasulullah saaw. Bersabda; Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dan sesungguhnya segala sesuatu hingga makhluk hidup di lautan memintakan ampun bagi penuntut ilmu” (H.R. Ibnu Abdul Barr)
Perilaku yang mencerminkan sikap memahami Q.S. at-Taubah/9:122, diantaranya tergambar dalam aktivitas-aktivitas sebagai berikut.
1. Jadilah orang yang berilmu (pandai), sehingga dengan ilmu yang dimiliki seorang muslim dapat mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Dengan demikian kebodohan yang ada di lingkungannya dapat terkikis habis dan berubah menjadi masyarakat yang beradab dan memiliki wawasan yang luas.
2. Jika tidak dapat menjadi orang pandai yang mengajarkan ilmunya kepada umat manusia, jadilah sebagai orang yang mau belajar dari lingkungan sekitar dan dari orang-orang pandai.
3. Jika tidak dapat menjadi orang yang belajar, jadilah sebagai orang yang mau mendengarkan ilmu pengetahuan. Setidaknya jika kita mau mendengarkan ilmu pengetahun kita dapat mengambil hikmah dari apa yang kita dengar.
4. Jika menjadi pendengar juga masih tidak dapat, maka jadilah sebagai orang yang menyukai ilmu pengetahun, diantaranya dengan cara membantu dan memuliakan orang-orang yang berilmu, memfasilitasi aktivitas keilmuan seperti menyediakan tempat untuk pelaksanaan pengajian dan lain-lain.
5. Janganlah menjadi orang yang kelima, yaitu yang tidak berilmu, tidak belajar, tidak mau mendengar, dan tidak menyukai ilmu. Jika diantara kita memilih yang kelima ini akan menjadi orang yang celaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar